Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Tinjauan: Tantangan yang Dihadapi dalam Upaya Dekontaminasi

0 komentar

Tinjauan pekan ini menghadirkan tema terkait bencana gempa dan tsunami 2011. Bencana tersebut mengakibatkan krisis di PLTN Fukushima Daiichi. Kecelakaan nuklir mendorong pemerintah menetapkan 11 pemerintahan daerah di Provinsi Fukushima sebagai wilayah yang membutuhkan upaya dekontaminasi intensif karena tingkat radioaktif yang tinggi. Pemerintah melakukan upaya dekontaminasi di daerah-daerah itu sejak tahun lalu. Dalam Tinjauan hari ini kami menyoroti tantangan dalam upaya dekontaminasi bersama Jun'ichiro Ishida, direktur Pusat Keamanan Lingkungan Fukushima Badan Tenaga Atom Jepang. Ia memimpin proyek dekontaminasi di daerah-daerah tersebut tahun lalu.

Ishida mengatakan, proyeknya di 11 pemerintahan daerah mencakup lahan pertanian, bangunan, jalan, hutan dan kawasan permukiman dengan tingkat radiasi per tahun lebih dari 20 milisievert. Ia bersama timnya memiliki sasaran untuk mengurangi tingkat radiasi itu menjadi 20 milisievert atau di bawahnya. Angka ini merupakan batas atas yang aman bagi manusia yang ditetapkan organisasi internasional.

Dampak proyeknya berbeda-beda bergantung pada tingkat radiasi yang terukur sebelum dimulainya upaya dekontaminasi. Misalnya, di wilayah dengan tingkat radiasi 20 sampai 30 milisievert per tahun, timnya berhasil menguranginya menjadi 20 milisievert atau di bawahnya. Tapi di wilayah dengan tingkat radiasi sekitar 40 milisievert, timnya hanya dapat mengurangi radiasinya sebesar 40 hingga 60 persen. Di beberapa lokasi tersebut, tingkat radiasinya masih di atas 20 milisievert per tahun. Tim Ishida juga melakukan upaya dekontaminasi di wilayah dengan tingkat radiasi di atas 300 milisievert. Tingkat radiasi itu berhasil dikurangi lebih dari 70 persennya, tapi tidak bisa sampai diturunkan ke 20 milisievert. Ishida hanya bisa mengatakan, akan membutuhkan waktu yang lama untuk mendekontaminasi wilayah-wilayah itu secara memadai.

Perlu diputuskan wilayah-wilayah mana saja yang menjadi prioritas berdasarkan hasil pemantauan radiasi dan disusun jadwalnya. Wilayah-wilayah dengan tingkat radiasi relatif rendah perlu diprioritaskan agar penduduk bisa langsung kembali ke rumah-rumah mereka tak lama setelah proses dekontaminasi selesai.

Tantangan paling sulit adalah menentukan seberapa besar tingkat radiasi perlu dikurangi sehingga penduduk merasa aman. Pemerintah berupaya mengurangi tingkat radiasi menjadi satu milisievert per tahun dalam jangka panjang. Namun di lokasi-lokasi dengan tingkat radiasi sangat tinggi, pemerintah menargetkan 20 milisievert. Tidak mudah menurunkan tingkat radiasi lebih lanjut hingga satu milisievert. Masyarakat menuntut pencapaian target satu milisievert secepat mungkin sementara ada pendapat bahwa pemerintah harus memprioritaskan penurunan ke tingkat radiasi yang tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Menjadi hal yang penting untuk memberikan penjelasan yang cukup dalam rangka mendapatkan pemahaman dari setiap penduduk.

Sementara itu, pemerintah masih belum mendapatkan lokasi untuk menyimpan limbah dan tanah yang mengandung radioaktif, hasil dari pekerjaan dekontaminasi. Yang terpenting adalah pemerintah mendapatkan pemahaman masyarakat untuk mendapatkan lokasi guna menyimpan limbah radioaktif. Untuk mencapai hal itu, pemerintah perlu menjelaskan kepada masyarakat bahwa mereka tidak perlu cemas akan dampak radiasi terhadap kesehatan mereka bila limbah radioaktif itu disimpan secara aman di suatu lokasi. Teknik-teknik yang sangat tinggi saja, tidak akan dapat mempercepat dekontaminasi. Pemerintah perlu melakukan pendekatan sosial, termasuk berupaya mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Demikian Tinjauan yang kali ini menyajikan pandangan Jun'ichiro Ishida, direktur Pusat Keamanan Lingkungan Fukushima Badan Tenaga Atom Jepang.

0 komentar: